Senin, 14 November 2011

Merangkai Islam-Indonesia


Merangkai Islam-Indonesia
Peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia kali ini teramat istemwa bagi kita semua terutama bagi kaum muslimin di seluruh tanah air. Betapa tidak tanggal 17 Agustus yang kita peringati sebagai hari lahir bangsa kali ini jatuh pada bulan suci ramadhan, tidak hanya itu tanggal 17 Agustus juga bertepatan dengan 17 ramadhan pada kalender Islam (hijriah) yang oleh sebagian besar umat Islam diyakini sebagai turunnya Al Quran pertama kali ke bumi. Menurut catatan sejarah proklamasi 17 Agustus 1945 waktu itu juga terjadi di bulan suci ramadhan, konon bung Karno memang sengaja mempersiapkan angka ‘17’ sebagai tanggal proklamasi kemerdekaan republik. Selain memang dikenal sebagai orang yang mempercayai hal hal mistik disinyalir bung Karno juga mempertimbangkan keyakinan umat Islam mengenai turunnya kitab suci Al Quran. Lantas apa pesan deklarasi pembebasan republik dengan doktrin doktrin dalam Al –Quran, pertanyaan ini menarik untuk diajukan untuk menjawab relevansi Islam dan Indonesia yang belakangan kembali ‘digugat’ oleh beberapa kelompok tertentu.
Pertama, Islam dengan kitab suci Al Quran sebagai Living Guider sangat menenkankan betapa pentingnya melakukan ‘pembelaan’ terhadap orang orang yang ditindas dan mengusir penduduk dalam sebuah negeri, doktrin ‘pembelaan’dari serangan musuh ini sering disebut sebagai jihad. Jihad adalah upaya pembelaan terhadap serangan musuh yang bersifat defensif. Dalam konteks semangat ajaran inilah umat Islam Indonesia turut serta memanggul senjata berperang melawan tentara tentara kolonial. Beberapa contoh betapa perjuangan kemerdekaan dijiwai dengan spirit nilai nilai keislaman,  (NU) mengeluarkan fatwa wajib ‘jihad’ melawan tentara Inggris bagi orang yang tinggal dengan jarak radius 400km dari Surabaya, atau kisah tentang heroiknya perjuangan Bung Tomo yang membakar semangat arek arek Surabaya dengan pekikan takbir, atau tentara Hizbullah yang tak kenal lelah bergerilya bertempur dengan belanda di hutan belantara di Jawa Barat dan kiranya masih sangat banyak catatan sejarah perjuangan kebangsaan yang dijiwai nilai nilai dan semangat api Islam.
Kedua, Islam sebagai agama par exelent (paripurna) telah membawa pesan pesan universal dalam setiap aspek kehidupan manusia, tidak terkecuali dalam ranah hubungan sesama manusia (hablumminannas) baik itu ekonomi, sosial, politik, hukum dan budaya. Salah satu ajaran Islamtentang ranah kemasyarakatan-kebangsaan adalah ajaran untuk senantiasa membela tanah air (bangsa/negara) dalam memperjuangkan hak hak nya dan dalam menegakkan kebenaran dan keadilan. Hadist nabi yang berbunyi Hubbul Wathan Minal Iman ( Cinta tanah air bagian dari iman) terang benderang mengajarkan pada umat Islam untuk senantiasa mencintai dan berani berkorban demi perjuangan bangsa dan negaranya dalam naungan keimanan pada Allah SWT.
Ketiga, Islam adalah agama perdamaian dan persaudaraan. Doktrin Islam mengajarkan prinsip prinspi persamaan (egaliterian) dan persaudaraan (brotherhood) dalam cita transedensi kepada Allah SWT. Islam sangat menekankan arti penting persaudaraan dan solidaritas sosial, konsepsi Islam tentang itu diwujudkan dengan ajaran Ukhuwwah (ikatan). Para ulama membagi tiga ragam ukhuwwah, ukhuwwah Islamiah (Persaudaraan Islam), Ukhuwwah Wathaniyah (Persaudaraan Bangsa)dan Ukhuwah Insaniyyah (Persaudaraan kemanusiaan). Konsepsi ukhuwah Wathaniyah mengajarkan umat Islam agar memiliki semangat kebangsaan dan solidaritas nasional yang kuat dan kokoh, nasionalisme Islam dibangun atas spirit persaudaraan dan persatuan dengan meletakkan spirit transedensi di altar tertinggi. Jadi Islam jelas jelas menganjurkan nasionalisme yang berperikemanusiaan dan berketuhanan.
Tiga argumentasi di atas sudah cukup untuk menunjukan betapa tidak ada pertentangan antara wawasan keagamaan (Islam) dan wawasan kebangsaan (Indonesia),malah keduanya menunjukan suatu hubungan korelatif-simbiotik dalam dinamika sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Sudah saatnya kita mengubur dalam dalam ide atau wacana mendirikan negara atas dasar agama secara formal, meskipun itu sah sah saja dalam negara demokrasi tetapi efek jangka panjangnya justru kontraproduktif bagi pembangunan bangsa dan bertentangan dengan spirit demokrasi itu sendiri. Islam dan Indonesia sudah saatnya bergandeng tangan dengan mesra tanpa ada lagi dendam sejarah dan beban teologis yang meliputinya, menjadi seorang Muslim yang Indonesianis.

16 Agustus 2011
Refleksi gegap gempita kemerdekaan di tengah bulan suci ramadhan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar