Persatuan Abadi Ummat Islam Indonesia : Pesan untuk Pemuda
Islam
Baru
membaca judulnya saja seolah kita akan disuguhi dengan hal hal berat, mengawang
dan tempatnya mungkin dilangit sana, sebagian orang menyebutnya sebagai sebuah
idealisme, sebagian lain menganggapnya mimpi di siang bolong. Namun saya akan
berusaha mendekatkan apa yang mengawang ngawang di langit itu dengan berusaha
memberi pijakan yang kuat nan kokoh pada bumi tempat kita tinggal kini, sebut
saja dengan realitas. Sekian prolognya terlalu banyak juga akan menjemukan.
Sore
itu saya pulang sehabis kuliah dan berkunjung ke perpustakaan kampus,
sesampainya di kamar seperti biasa yang pertama kali saya lakukan adalah
menyalakna laptop dan menyetel beberapa track musik yang sesuai dengan suasana hati,
sambil iseng membuka buka folder yang berisi dokumen yang saya anggap menarik
lalu saya baca. Entah kenapa saya tiba tiba menjadi sangat berhasrat membuka
dan membaca sebuah dokumen pdf yang baru kemaren saya dapat via email lewat
seorang kawan, dokumen itu berjudul “Tafsir Asasi Pelajar Islam Indonesia”.
Tangan saya dengan sigap mengeklik dokumen itu dan terbukalah dokumen itu.
Sejurus kemudian saya membacanya dengan konstrentasi tinggi dan pemaknaan yang
mendalam, saya memperlakukan dokumen atau bacaan itu sebagai sebuah pencapaian
komitmen perjuangan pelajar pelajar di tahun 1950an, tepatnya di Kongres PB PII
ke 3 di Kediri. Setelah membacanya saya menjadi sangat tercenung, terpekur
lebih tepatnya mungkin membayangkan bahwa betapa mendalamnya pemaknaan dan
teguhnya komitmen juang yang diretas kemudian didokumentasikan pelajar pelajar
Islam kala itu, Tafsir Azasi PII menjelaskan tahap demi tahap pergerakan
pelajar Islam terbesar di Indonesia ini, di awali dengan tahap kesadaran,
kebangkitan, perluasan, konsolidasi, dan mencipta. Kesadaran menjadi elemen
terpenting dalam perjuangan gerakan kepelajaran ini. Di awali dengan kesadaran
bahwa pendidikan tafsir kolonialisme telah menelanjangi hakikat pendidikan
sesungguhnya yang mengandung nilai nilai moralitas, agama dan pembebasan,
pendidikan belanda yang mengusung materialisme dan sekulerisme dalam praktiknya
dirasakan umat Islam sangat merugikan dan meniadakan inti ajaran Islam yang
syarat dengan kemajuan dan ilmu pengetahuan. Disparitas santri di pesantren dan
siswa siswi di pendidikan sekuler kolonial membuat segregasi dan perpecahan di
kalangan umat Islam indonesia bahkan di tataran bangsa dan negara, inilah
politik devide et impera yang paling keji yang pernah belanda lakukan. Untuk
menutup jurang inilah PII hadir ke alam nusantara. Semangat persatuan dan karya
bhakti sejak awal telah menjiwai segenap airan darah pergerakan pelajar Islam
Indonesia ini. Maka seiring dengnan perjalanan sejarah nanti kedua semangat
inilah yang membuat pergerakan pelajar ini tetap mampu hidup dalam setiap rezim
kuasa,
Pesan
yang saya maksud untuk generasi sekarang adalah sangat sederhana sebenarnya,
persatuan dan karya bhakti. Pesan ini sudah sering kita dengar dan sudah
seringpula kita abaikan dan lupakan dalam setiap dinamika zaman, dokumen tafsir
azasi ini sungguh membuktikan kepada kita bahwa persatuan dan karya bhakti ala
generasi 1950an letaknya bukan hanya pada lisan dan retorika melainkan pada
tataran praktik dan menjadi sebuah prinsip hidup yang menyala nyala, misalkan
diceritakan bahwa ketika Gubernus Aceh berkunjung kepada PB PII yang ada di
Yogyakarta beliau berpesan agar pergerakan pelajar Islam bersatu dan bernaung
dalam satu organisasi saja agar agenda perjuangan ummat Islam lebih mudah
dicapai. Nasihat itu kemudian langsung dibuktikan dengan sikap dan tindakan
dengan meleburnya organisasi Pelajar Islam Aceh kedalam PII, lantas kemudian
diikuti oleh GPII dan pelajar Islam Makassar. Fenomena ini sungguh sangat amat
langka terjadi kini, untuk melebur meniadakan eksistensi dirinya (organisasi)
saja mungkin terlalu mustahil bahkan
hanya karena perbedaan yang sepele saja langsung alih alih membuat organisasi
tandingan untuk menyangingi organisasi yang telah ada, telah banyak kasus
demikian terjadi pada ormas ormas dan parpol parpol, sekalipun berbasis Islam.
Tafsir azasi ini mengajari kita kearifan dan kedewasaan perjuangan yang
dilakukan oleh para pendahulu kita, mereka mampu mengubur egoisme eksistensi
dan kepentingan pribadi lantas membangunkan kepentingan ummat, bangsa dan
negara di atasnya. Terakhir ada satu statement cerdas yang dikutip dalam
dokumen tafsir Azasi ini “Seorang Islam sudah tentu Nasionalis, namun
seorang Nasionalis belum tentu Islam, membela Islam sudah otomatis membela
negara namun membela negara belum tentu membela agama, karena itulah satukan
perjuangan, ingat musuh akan lebih mudah memecah belah kita jika tidak bersatu”
7 Maret 2012, 19.18
Tempat dulu Pak Natsir Menyemai Kader Ummat
Dalam Tafakkur akan Kejahilan Diri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar