Selasa, 25 Desember 2012

Kuasa Pengetahuan


“Kuasa Pengetahuan”
Perkembangan ilmu ilmu sosial dewasa ini berkembang sangat pesat. Arus dan mainstream dalam tradisi ilmu ilmu sosial berubah secara radikal dalam kurun waktu yang sangat cepat, misalnya teori teori Marxis yang di awal abad 20 hingga tahun 60 an masih hegemonik di negara negara dunia ketiga dengan sangat cepat dan tak terduga telah tumbang ditangan tradisi kapitalis dengan jugadornya Amerika dan negara negara eropa barat. Tesis Thomas Kuhn dalam bukunya The Structure of Scientific Revolution ada benarnya mengatakan perubahan paradigma dan teori dalam ilmu ilmu sosial berubah secara revolusioner dan saling meniadakan. Meskipun sebuah teori dibangun, dikembangkan dan dikritik melalui dialog antar-meta teori namun tidak dapat disangkal akan terjadi ‘pertempuran’ pemikiran yang menghasilkan paradigma dan teori sosial yang mendominasi dan didominasi, antara dominatif versus emansipatoris.
Perubahan mainstream ilmu ilmu sosial tidak berada dalam ruang yang hampa dan steril, namun ia berada dalam setting dan konteks ekonomi, sosial dan politik tertentu. Perubahan ini juga ‘bertanggung jawab’ terhadap suatu sistem sosial-politik ekonomi sebuah bangsa. Dalam konteks Indonesia misalnya, pada zaman Orde Lama Bung Karno menjadikan pendulum Indonesia lebih bergerak ke ‘kiri’, hal ini secara tidak langsung karena perkembangan dan kemajuan teori teori Marxist yang waktu itu masih banyak dipraktikkan di negara negara di dunia ketiga. Namun setelah ‘gempa politik’ tahun 1966 pendulum Indonesia berubah 180 menjadi haluan kanan, ini juga tentu tidak terlepas berkat pengaruh jaringan intelektual chicago dan berkeley yang baru pulang dari Amerika Serikat. Dengan membawa bekal amunisi teori teori mazhab Chicago yang didominasi aliran struktural-fungsionalis para ilmuan ini masuk ke jaringan birokrasi dan decision maker di seluruh negeri dan membuat kebijakan kebijakan publik menurut persperktif ilmu yang mereka dapat. Rekam jejak para ilmuan sosial Chicago ini dapat kita telusuri pada sosok Selo  Soemardjan, seorang yang oleh banyak pihak disebut sebagai sosiolog pertama di Indonesia. Selo Soemardjan adalah alumni universitas Columbia yang sangat didominasu pemikiran Talcott Parson, seorang tokoh besar aliran fungsionalis. Jejak pemikiran Selo terutama sangat kentara pada teori teori sistem sosial yang dikembangkannya, dimana menurutnya pembangunan dapat berjalan dengan baik apabila ditopang dengan sistem sosial, sistem politik, sistem ekonomi dan sistem budaya yang menjamin stabilitas, ekulibrium dan integrasi sosial. Pemikiran pemikiran ini menjadi arus dominan dalam teori teori pembangunan saat itu, tak kurang Orde Baru di bawah Janderal Soeharto dengan sangat  baik menterjemahkan paradigma fungsionalnya Parsonian lewat doktrin pentingnya menggalang kesatuan nasional, stabilitas politik dan seragamnya sistem sosial budaya masyrakat yang dikembangakan.
Jika Orde Lama terpengaruh mazhab sosial Marxist dan Orde Baru dengan Fungsionalisnya, lantas bagaimana dengan era pasca reformasi 1998 ini,,? Perlu studi lanjut yang komprehensif dan mendalam untuk menjawab pertanyaan di atas, namun banyak pihak meyakini Indonesia telah keluar dari lubang buaya menuju mulut singa, keluar dari jebakan developmentalisme namun bergerak perlahan ke arah neoliberalisme, tak kurang Dr. Mansour Fakih menyatakan demikian, tetapi pada akhirnya kita harus dengan jujur mengakui kebenaran tesis Michael Foucault, bahwa pengetahuan bukanlah persoalan benar dan salah semata mata namun juga terikat relasi kuasa yang ada.


6.24 Rabu 21 September 2011
Tadarrus Pemikiran Sosial, Pesantren Kemerdekaan Budi Mulia Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar