“Kuasa Pengetahuan”
Perkembangan
ilmu ilmu sosial dewasa ini berkembang sangat pesat. Arus dan mainstream dalam
tradisi ilmu ilmu sosial berubah secara radikal dalam kurun waktu yang sangat
cepat, misalnya teori teori Marxis yang di awal abad 20 hingga tahun 60 an
masih hegemonik di negara negara dunia ketiga dengan sangat cepat dan tak
terduga telah tumbang ditangan tradisi kapitalis dengan jugadornya Amerika dan
negara negara eropa barat. Tesis Thomas Kuhn dalam bukunya The Structure of
Scientific Revolution ada benarnya mengatakan perubahan paradigma dan teori
dalam ilmu ilmu sosial berubah secara revolusioner dan saling meniadakan.
Meskipun sebuah teori dibangun, dikembangkan dan dikritik melalui dialog antar-meta
teori namun tidak dapat disangkal akan terjadi ‘pertempuran’ pemikiran yang
menghasilkan paradigma dan teori sosial yang mendominasi dan didominasi, antara
dominatif versus emansipatoris.
Perubahan
mainstream ilmu ilmu sosial tidak berada dalam ruang yang hampa dan steril,
namun ia berada dalam setting dan konteks ekonomi, sosial dan politik tertentu.
Perubahan ini juga ‘bertanggung jawab’ terhadap suatu sistem sosial-politik
ekonomi sebuah bangsa. Dalam konteks Indonesia misalnya, pada zaman Orde Lama
Bung Karno menjadikan pendulum Indonesia lebih bergerak ke ‘kiri’, hal ini
secara tidak langsung karena perkembangan dan kemajuan teori teori Marxist yang
waktu itu masih banyak dipraktikkan di negara negara di dunia ketiga. Namun
setelah ‘gempa politik’ tahun 1966 pendulum Indonesia berubah 180 menjadi
haluan kanan, ini juga tentu tidak terlepas berkat pengaruh jaringan
intelektual chicago dan berkeley yang baru pulang dari Amerika Serikat. Dengan
membawa bekal amunisi teori teori mazhab Chicago yang didominasi aliran
struktural-fungsionalis para ilmuan ini masuk ke jaringan birokrasi dan
decision maker di seluruh negeri dan membuat kebijakan kebijakan publik menurut
persperktif ilmu yang mereka dapat. Rekam jejak para ilmuan sosial Chicago ini
dapat kita telusuri pada sosok Selo
Soemardjan, seorang yang oleh banyak pihak disebut sebagai sosiolog
pertama di Indonesia. Selo Soemardjan adalah alumni universitas Columbia yang
sangat didominasu pemikiran Talcott Parson, seorang tokoh besar aliran fungsionalis.
Jejak pemikiran Selo terutama sangat kentara pada teori teori sistem sosial
yang dikembangkannya, dimana menurutnya pembangunan dapat berjalan dengan baik
apabila ditopang dengan sistem sosial, sistem politik, sistem ekonomi dan
sistem budaya yang menjamin stabilitas, ekulibrium dan integrasi sosial.
Pemikiran pemikiran ini menjadi arus dominan dalam teori teori pembangunan saat
itu, tak kurang Orde Baru di bawah Janderal Soeharto dengan sangat baik menterjemahkan paradigma fungsionalnya
Parsonian lewat doktrin pentingnya menggalang kesatuan nasional, stabilitas
politik dan seragamnya sistem sosial budaya masyrakat yang dikembangakan.
Jika Orde Lama
terpengaruh mazhab sosial Marxist dan Orde Baru dengan Fungsionalisnya, lantas
bagaimana dengan era pasca reformasi 1998 ini,,? Perlu studi lanjut yang
komprehensif dan mendalam untuk menjawab pertanyaan di atas, namun banyak pihak
meyakini Indonesia telah keluar dari lubang buaya menuju mulut singa, keluar
dari jebakan developmentalisme namun bergerak perlahan ke arah neoliberalisme,
tak kurang Dr. Mansour Fakih menyatakan demikian, tetapi pada akhirnya kita
harus dengan jujur mengakui kebenaran tesis Michael Foucault, bahwa pengetahuan
bukanlah persoalan benar dan salah semata mata namun juga terikat relasi kuasa
yang ada.
6.24 Rabu 21
September 2011
Tadarrus
Pemikiran Sosial, Pesantren Kemerdekaan Budi Mulia Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar