Selasa, 25 Desember 2012

Merayakan Kemenangan Kelas Menengah Jakarta


Merayakan Kemenangan Kelas Menengah Jakarta
Usai sudah gelaran pesta demokrasi lima tahunan bertajuk pemilihan kepala daerah (Pilkada) DKI Jakarta. Beragam lembaga survei telah merillis hasil hitung cepatnya, pasangan Joko Widodo dan Basuki Cahya (Ahok) unggul atas Foke-Nachwrowi Ramli di semua hasil Quick Count. Keunggulan Jokowi-Ahok misalnya terlihat dalam hasil Quick Count Lingkaran Survei Indonesia dan Indo Barometer, keunggulan paslon Jokowi Ahok berkisar antara 5-7% atas pasangan Foke-Nara. Tanpa berpretensi mendahului pengumuman hasil resmi Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Jakarta yang akan disampaikan tanggal 29 September nanti, kita nampaknya bisa menyepakati bahwa pasangan Cagub-Cawagub Jokowi-Ahok dapat dinobatkan sebagai pemenang kontestasi politik lima tahunan DKI Jakarta.
Kemenangan pasangan Jokowi-Ahok menarik jika ditelisik dari sudut pandang demografi sosial masyarakat Jakarta. Seperti kita ketahui Jakarta adalah salah satu kota terpadat di dunia, dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari sembilan juta jiwa Jakarta menjadi salah satu kota terpadat didunia. Hal ini menimbulkan implikasi sosial yang  beragam, antara lain persoalan tata kota, transportasi, ketersediaan lahan dan meluasnya daerah daerah pinggiran (slump). Fakta unik selanjutnya adalah tingginya prosentase kelas menengah yang ada di ibu kota. Suvei yang dirillis Lembaga Survei Indonesia menunjukan bahwa pemilih DKI Jakarta memiliki proporsi kelas menengah yang paling tinggi dibanding dengan daerah daerah lain di Indonesia. Kelas menengah ibu kota memiliki karakteristik berpendidikan tinggi (well educated), pendapatan per kapita sampai sepuluh ribu dollar, rasional, non ideologis, kritis dan akses ke sosial media yang sangat tinggi. Oleh karenanya dapat dipahami jika pemilih kelas menengah memainkan posisi yang begitu sentral dalam pemilukada kali ini, pemilih kelas menengah adalah kunci memenangi kontestasi politik DKI 1.
Dengan menggunakan frame ini, kita dapat ‘membaca’ bahwa kemenangan Jokowi-Ahok dalam pemilu kada DKI Jakarta kali ini sesungguhnya juga merupakan kemenangan kelas menengah ibu kota. Ada banyak argumen untuk mendukung tesis ini. Pertama, pasangan Jokowi-Ahok adalah pasangan Cagub dengan rate tertinggi di media sosial. Nama Jokowi terbukti lebih sering menghiasi pemberitaan di sosial media dibanding Cagub manapun, termasuk sang petahana Foke. Dan siapa pengguna terbesar media sosial.? mereka adalah kelas menengah ibu kota, mereka menggunakan sosial meida sebagai sumber informasi terpenting mereka. Apalagi mayoritas pemberitaan tentang Jokowi di sosial media bernada simpatik dan positif, tentu saja hal ini memberikanS keuntungan yang luar biasa besar bagi Jokowi dalam merebut suara pemilih kelas menengah. Kedua, Pasangan Jokowi-Ahok memenuhi aspirasi pemilih kelas menengah Jakarta tentang mimpi mimpi perubahan dan perbaikan Jakarta. Kelas menengah Jakarta sedang membangun imaji perubahan sekaligus ingin menunjukan protes terhadap kepemimpinan lama yang dianggap tidak bisa memenuhi harapan mereka. Mereka jenuh dengan macet harian dan banjir tahunan yang menghiasi ibu kota, alhasil mimpi mimpi perubahan begitu cepat menjalar ke penjuru masyarakat. Di saat demikian Jokowi hadir sebagai figur perubahan yang Par Exelence, dengan tag line kampanye “Jakarta Baru” sosok Jokowi begitu aspiratif di mata pemilih kelas menengah. Figur Jokowi lebih aspiratif di mata pemilih kelas menengah dibanding figur incumbent misalnya yang dianggap gagal memenuhi harapan harapan mereka. Arena pemilukada digunakan oleh mereka untuk mengaspirasikan harapan harapan mereka tentang perubahan sekaligus mengubur kepemimpinan status quo yang dianggap gagal mengelola ibu kota.
Ketiga, pasangan Jokowi-Ahok dipandang lebih rasional dibanding dengan pasangan pasangan lainnya. Sepeti disebut diatas bahwa salah satu karakteristik pemilih kelas menengah Jakarta adalah sikap nya yang rasional (rational voter). Program program kesehatan, pendidikan dan tata ulang kota yang dijanjikan Jokowi lebih menarik di mata pemilih kelas menengah dibanding dengan isu SARA yang dihembuskan oleh kubu salah satu Calon. Isu SARA bagi pemilih kelas menengah dipandang sudah usang dan kuno, sehingga tidak layak lagi digunakan dalam kehidupan berdemokrasi, alih alih menurunkan suara isu ini justru membuat pasangan Jokowi makin dikagumi oleh warga karena respon tenang dan rendah hatinya dalam menghadapi serangan ini.
Argumen argumen di atas menggambarkan sesungguhnya kelas menengah ibu kota berada dibelakang kemenangan pasangan Jokowi-Ahok. Strategi dan pendekatan kampanye yang tepat dalam mempersuasi pemilih kelas menengah membuat pasangan ini berhasil unggul hampir di semua daerah. Imaji akan perubahan dan ‘protes’ terhadap status quo kelas menengah Jakarta pada akhirnya membawa nama Jokowi-Ahok sebagai pemenang kontestasi politik paling keras tahun ini. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar