Senin, 24 Desember 2012

"Demokrasi Lokal dan Modal Sosial"

Sejak era reformasi gelombang tuntutan desentralisasi dan penguatan lokalitas di tanah air terus menguat. Kecenderungan ini berangkat dari pengalaman kelam di masa lalu, rezim  Orde Baru yang berwatak sentralistik-otoritarian telah terbukti membawa malapetaka pembangunan yang sangat besar. Oleh karenanya ide-ide tentang desentralisasi dan otonomi daerah menjadi relevan sebagai jawaban untuk merekonstruksi pola pembangunan dan tata kelola kenegaraan kita. Namun dua belas tahun sejak reformasi bergulir, otonomi dan desentralisasi yang dijalankan nampaknya belum bisa bekerja secara maksimal. 

Alih-alih menciptakan demokrasi substantif dan kesejahteraan rakyat, justru fenomena ‘raja-raja kecil’ dan suburnya korupsi di daerah-daerah yang banyak menghiasi wajah aras lokal kita. Keadaan ini menurut penulis disebabkan oleh desentralisasi dan otonomi yang dijalankan minus modal sosial, penguatan kapasitas kelembagaan dan infrastruktur tidak diimbangi dengan penguatan modal sosial dan institusionalisasi demokrasi di aras lokal.

Modal sosial secara sederhana dapat dimaknai sebagai kemampuan masyarakat untuk bekerjasama mencapai suatu tujuan bersama, modal sosial terdiri atas elemen kohesifitas, altruisme, kepercayaan, jaringan dan kolaborasi sosial. Modal sosial ini juga oleh banyak ahli diyakini menjadi basis utama bagi terciptanya demokrasi dalam masyarakat, studi Alexis Tocquiville misalkan menggambarkan bagaimana kekayaan modal sosial masyarakat Amerika berupa kekuatan asosionalnya menjadi kunci kesuksesan berjalannya sistem demokrasi di negeri paman sam itu. Sementara Sosiolog Italia, Robert Putnam mengkaji bagaimana modal sosial dapat bekerja dan mendukung terciptanya demokrasi di tingkat lokal, menurut Putnam modal sosial mengacu pada hubungan diantara individu, jaringan kerja sosial, kepercayaan (trust) dan norma saling membutuhkan, elemen elemen ini menurutnya sangat penting dalam pembangunan fondasi demokrasi di aras masyarakat lokal. Studi Putnam membuktikan bahwa daerah Italia Utara yang lebih kaya akan modal sosial lebih demokratis dibandingkan dengan daerah Italia selatan yang miskin modal sosial.

Peranan modal sosial dalam pembangunan demokrasi lokal sejatinya berjalan dalam dua aras, yakni dalam konteks vertikal antara masyarakat dan negara, dan hubungan horizontal antara sesama anggota masyarakat. Terciptanya relasi relasi yang kuat, sikap trust, nilai dan norma bersama baik dalam rangka kelembagaan negara maupun dalam ranah kemasyarakatan, akan menjadikan proses pembangunan lebih adaptif dan responsif terhadap kebutuhan kebutuhan masyarakat, poros pembangunan yang berpusat pada modal sosial yang dimiliki masyarakat inilah yang akan mengakselerasi terciptanya pembangunan demokrasi substantif. Demokrasi substantif mengandaikan sebuah kondisi dimana terlembagakannya nilai nilai kebebasan, keadaban (civility), toleransi dan pluralisme dalam sebuah masyarakat. 

Oleh karenanya ke depan agenda desentralisasi harus senantiasa memperkuat ketersediaan modal sosial. Penguatan modal sosial dalam proses politik lokal ini misalnya harus dimulai dengan memperkuat kembali insitusi institusi lokal yang sejatinya berpotensi menumbuhkan kemampuan kemampuan asosional masyarakat, di desa desa misalkan ada banyak lembaga lokal yang dapat memainkan peran ini, seperti lembaga Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), rembug desa, hingga Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan lembaga lembaga lokal lainnya. Lembaga lembaga lokal ini mesti diperkuat secara institusional dan kultural, sebab melalui lembaga lembaga lokal inilah modal sosial dapat tumbuh dan berkembang menjadi sebuah kekayaan kultural untuk menyangga fondasi demokrasi lokal. Fondasi modal sosial yang kokoh dengan sendirinya akan menciptakan suatu pemerintahan yang demokratis, responsif dan kredibel di mata rakyat.

source : http://news.okezone.com/read/2012/12/11/58/730316/demokrasi-lokal-dan-modal-sosial

Tidak ada komentar:

Posting Komentar